Senin, 29 April 2013

TEORI-TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN@hmd

 Kumpulan fakta yang diikat oleh suatu hokum tertentu akan menjadi pendangan yang berlaku umum kemudian disebut sebagai teori. Suatu teori harus memenuhi syarat-syarat formal (Miller,1989) yaitu:
  1. Teori harus masuk akal (logis);didalamnya konsisten artinya tidak ada pernyataan-    pernyataan yang saling bertentangan.
  2. Teori secara empiris harus masuk akal; artinya tidak ada pengamatan ilmiah yang saling berlawanan.
  3. Teori harus dapat diuji dan bersifat hemat; artinya sedapat mungkin terdiri dari beberapa konstruk, proposisi.
  4. harus mempunyai cakupan ilmu yang cukup luas dan mampu mengintregasikan peneliti terdahulu.
Sebagai salah satu bidang dari psikologi dan sebagai ilmu psikologi perkembangan memiliki teiori-teori  yang ada sampai sekarang dan dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami perubahan tingkah laku manusia sesuai dengan perubahan waktu/zaman. Teori-teori psikologiperkembangan yang dapat membantu memahami perkembangan manusia, khususnya tingkah laku manusia yaitu:



A.Perspektif psikoanalisis

Adalah suatu pandangan tentang kemanusiaan yang mengutamakan kekuatan ketidak sadaran yang dapat mendorong tingkah laku manusia.Psikoanalisis adalah metode penyembuhan yang diperkenalkan Sigmund Freud supaya pasien mempunyai pengertian yang mendalam mengenai konflik-konflik yang tidak disadari yang bersumber dari masa kecil yang mempengaruhi tingkah laku dan emosi saat ini.
Sigmund Freud bersama dengan Josefh Breuer melakukan praktik mengobati penderita histeria. Dari praktik tersebut ia menemukan metode pengobatan yang disebut psikoanalisis. Dalam mengkaji tingklah laku manusia pendakatan-pendekatan yang digunakan adalah :
  1. Pendekatan Dinamik
       Dalam teorinya Sigmund Freud menggunakan hokum/prinsip alam diantaranya yaitu :
  • Hukum konservasi energi
  • Prinsip kesenangan
  • Prinsip realita
    2.  Pendekatan Struktural
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji tentang struktur psikologi yang mengalirkan  dorongan-dorongan psikis yang ada (struktur berfungsi sebagai mediator) antara dorongan dan tingkah laku. Menurut Sigmund Freud ada tiga struktur utama yaitu: Id, Ego,dan Superego
  • Id, Merupakan dorongandan motif yang tidak disadari (telah ada sejak lahir)dan bertindak atas dasar prinsip kesenangan, berusaha untuk dipuaskan secara langsung dan sesegera mungkin.
  • Ego, Merupakan mekanisme untuk beradaptasi terhadap realitas. Ergo biasanya menunda dorongan psikis yang berasal dari Id sampai ada jalan yang dapat diterima oleh realitas. Ego juga bertindak sebagai mediator antara Id dan Super Ego.
  • Super Ego dapat dianalogikan dengan hati nurani, disamping itu Super Ego mempunyai nilai-nilai yang disampaikan orang tua maupun masyarakat lainnya.
  3.   Mekanisme Pertahanan Diri
Bahaya yang dating dari Id dan lingklungan dapat menimbulkan kecemasan, oleh karena itu sedapat mungkin ego dapat mengatasi secara realistis dengan menggunakan kemampuan dan keteramp[ilan pemecahan masalah yang dimiliki. Apabila bahaya itu berlebihan dan mengancam ego, maka dipergunakan mekanisme pertahanan diri.
Mekanisme pertahanan diri yang lazim digunakan adalah:
  • Regresi
  • Proyeksi
  • Reaksi formasi
  • Represi
  • Sublimasi
  • Fiksasi
  4   Pendekatan Topografi
Menurut Sigmund Freud dalam fikiran manusia terdapat tiga kawasan yaitu; kawasan ketidak sadaran, kawasan pra kesadaran, kawasan kesadaran.
Ketidaksadaran adalah suatu kawasan yang luas tetapi tidak diketahui, sedangkan pra kesadaran adalah kawasan yang dikenal.
 5     Pendekatan Bertahap
Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu:
1)  Bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan kepribadian.
2)  Bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap psikoseksual:
-    Tahap oral ( sejak lahir hingga 1tahun )
-    Tahap anal (  usia 1-3 tahun )
-    Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
-    Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
-    Tahap genital ( masa remaja)
B. Perspektif Psikososial (Eric Erikson)
a.  Perkembangan Psikososial
Seperti halnya Freud, E. Erikson mengatakan bahwa perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap. Setiap anak harus mampu mengatasi krisis atau konflik yang terjadi pada setioap tahap agar siap menghadapi berbagai krisis yang akan dijumpai dalam kehidupan mendatang. Dalam pandangannya Erikson mengemukakan bahwa :
1) Anak adalah makhluk yang aktif dan penjelajah yang adaptif, yang selalu berupaya untuk mengontrol lingkungannya, dan anak bukanlah makhluk yang pasuf yang mau begitu saja dibentuk oleh kedua orang tuanya.
2) Ego berfungsi utuk memahamki realitas dunia sosial agar indivbidu yang bersangkutan mampu menyesuaikan diri dan dapat menampilkan suatu pola perkembangan pribadi yang normal.
3)  Secara mendasar manusia adalah mskhluk yang nrasional, pikiran, perasaan dan tindakannya sebagian besar dikomtrol oleh ego.
Ketiga pandangan tadi yang membedakannya dengan Freud tantang manusia. Selanjutnya Erikson mengatakan lebih baik memperhatiokan perkembangan psikososial sepanjang rentang kehidupan dari pada perkembangan psikoseksual yang dasarnya biologis dan  hanya sampai masa remaja. Disamping itu juga Erikson menyatakan bahwa perkembangan emosi jauh lebih penting bagi kehidupan seseorang dari pada perkembangan seksual.

b. Delapan Tahap Perkembangan Psikososial
Seluruh rentang kehiduapn manusia terdiri atas dleapan tahap, dan selam hidupnya manusia akan menghadapi delapan macam krisis/konflik. Pada umumnya setiap krisis lebih bersifat ‘sosial’ dan mem punyai imlikasi yang sangat nyata terhadap masa depan individu yang bersangkutan. Kedelapan tahap tersebut sebagai berikut :
1).Tahap 1     :  Basic Trust Versus Mistrust ( + sejak lahir sampai 1 tahun)
2).Tahap 2     :  Autonomy Versus Shame doubt ( + pada usia 2 tahun sampai 3 tahun).
3).Tahap 3     :  Initiative Versus Guilt ( + pada usia 4 tahun sampai 5 tahun)
4).Tahap 4     :  Industry Versus Inferiority ( + pada usia 6 tahun sampai pubertas)
5).Tahap 5     :  Identity and Repudiation Versus Identity Diffusion (masa remaja)
6).Tahap 6     :  Intimacy and Solidarity Versus Isolation (masa muda)
7).Tahap 7     :  Generativity Versus Stagnation and Self Absorption (masa dewasa)
8).Tahap 8     :  Integrity Versus Despair (masa tua)

c.   Prinsip Epigenetik
Yaitu suatu prinsip yang didasarkan pada pandangan bahwa sesuatu yang tumbuh itu mempunyai rancangan dasar, dan dari rancangan dasar itulah bagian-bagiannya akan bermunculan, di mana setiap bagian mempunyai pengaruh tersendiri, jika seluruh bagian itu telah dimunculkan maka akan terbentuklah suatu kesatuan yang berfungsi.

3.      Perspektif Kognitif (Jean Piaget)
Sebagai manusia anak tidak dikendalikan insting maupun di “cetak” oleh pengaruh lingkungan. Tetapi anak adalah seorang pengkonstruk (contructivist). Yaitu seorang penjelajah yang aktif, selalu ingin tahu, selalu menjawab tantangan lingkungan sesuai intepretasi (penafsirannya) tentang cirri-ciri esensi yang ditampilkan lingkungan.
Konstruksi anak tentang realitas (intepretasinya tentang lingkungan) tergantung pada tingkat perkembangan kognitifnya. Dengan demikian perkembangan kognitif anak ditentukan oleh:
a.      Bagaimana anak menanggapi kejadian-kejadian yang ada dalam lingkungannya dan
b.      Apa efek dari kejadian-kejadian tersebut terhadap perkembangan anak tersebut.

      Anak yang usianya berbeda akan membuat kesalahan berbeda pula dalam menjawab tes intelegensi, selanjutnya Piaget menyimpulkan bahwa intelegensi itu suatu atribut yang multidimensional.
a.      Intelegensi menurut pandangan Piaget
1). Intelegensi adalah suatu fungsi kehidupan yang mendasar yang  membantu organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2). Satu-satunya tujuan aktivitas intelektual adalah untuk mencapai keseimbangan
3).  Lingkungan itu adalah suatu tempat yang menarik dan penuh dengan pelbagai rangsangan baru yang tidak segera dapat dipahami anak yang aktif dan penuh rasa ingin tahu.
4).  Intelegensi adalah suatu atribut yang sangat majemuk, yang terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu isi intelegensi, struktru kognitif, dan fungsi intelektual.

b.      Tingkat perkembangan kognitif
Tingkat perkembangan kognitif manusia terdiri dari empat metode, yaitu :
1).  Periode sensori motor ( + sejak lahir hingga usia 2 tahun )
2).  Periode praoperasional ( + usia 2 tahun hingga 7 tahun )
3).  Periode operasional konkret ( + usia 7 tahun hingga 11 tahun )
4).  Periode operasional formal ( + usia 11 tahun hingga 15 tahun )

4.      Perspektif Belajar Sosial
Menurut Bandura, dalam situasi sosial individu bisa belajar lebih cepat hanya dengan mengamati atau melihat perilaku orang lain. Dalam melakukan pengamtan terkait juga unsure kognitifnya, yakni adanya proses di dalam diri yang mewakili obyek-obyek yang nyata di luar apa yang diamati melalui alat inderanya. Proses tersebut kemudian menjadi dasar bagi munculnya tingkah laku yang sesuai dengan  apa yang telah diamati (Gunarsa, 1981). Individu mengamati perilaku tertentu melalui empat fase seperti yang dikemukakan oleh Bandura (1973), Gunarsa (1981), dan Gage dan Berliner (1984) sebagai berikut :
a. Fase memperhatikan (attention)
Fase ini merupakan dasar dari suatu proses pengamatan. Tidak adanya perhatian yang terpusat, sulit bagi individu untuk melakukan pengamatan dan pembelajaran secara intensif. Berkembangnya perhatian individu terhadap suatu obyek dalam hal ini  perilaku dari modal tertentu berkaitan erat dengan adanya ingatnya. Dalam hal ini seberapa jauh kapasitas individu untuk mengingat berbagai stimulus yang diterimanya. Pada anak berusia sekolah perhatian lebih bersifat “sustained attention”, sementara “selective attention” adalah kemampuan untuk memilih salah satu dari sekian banyak stimulus yang datang padanya. Remaja tertarik dan menaruh perhatian terhadap perilaku model tertentu, karena model tersebut dipandangnya sebagai yang hebat, unggu,heroik, berkuasa atau anggun berwibawa. Di satu pihak berkembangnya perhatian pula oleh adanya kebutuhan dan minat pribadi. Semakin erat hubungannnya antara kebutuhan dan minat dengan perhatian, semakin kuat daya tariknya terhadap perhatian tersebut, dan demikian pula sebaliknya.

b.  Fase menyimpang (retention)
Fase ini merupakan kelanjutan dari fase perhatian. Setelah memperhatikan dengan seksama, dan  mengamati perilaku dari model tertentu maka pada saat lain individu akan memperhatikan tingkah laku yang sama dengan model tersebut, Ini berarti individu memperhatikan, mengingat dan menyimpan stimulus yang diterimanya dalam “long term memory”  dalam bentuk symbol-simbol. Menurut Bandura, bentuk-bentuk symbol tersebut tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual, tetapi juga melalui verbalisasi. Ada symbol-simbol verbal yang nantinya bisa ditampilkan dalam perilaku yang tampak. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya masih terbatas, maka kemampuan menirunya hanya terbatas pada kemampuan untuk melakukan simbolisasi melalui pengamatan visual.

c. Fase mereproduksi (reproduction)
Fase ini berkaitan dengan kemampuan motorik individu dalam mereproduksi perilakunya secara tepat. Misalnya, seorang remaja mengamati dengan penuh perhatian bagaimana ayahnya mengendarai mobil. Semua hasil pengamatan tersebut dicamkannya dalam “long term memory” untuk sewaktu-waktu direproduksi ulang. Dalam hal ini dituntut keterampilan motorik tertentu dari diri remaja untuk mempraktekkan apa yang sudah dilihat dari ayahnya.

d. Fase motivasi (motivation)
Apakah hasil pengamatannya terhadap perilaku modal tertentu akan diwujudkan dalam perilaku nyata ? Hal ini tergantung pada ada atau tidaknya motivasi dalam diri individu. Apabila motivasinya kuat untuk mewujudkan perilaku tersebut dalam bentuk nyata, maka ia akan melakukannya. Sering kali motivasi berhubungan pula dengan ada tidaknya factor penguat terhadap perilaku tersebut, baik penguat dalam bentuk pemberian pujian ataupun hadiah. Selain motivasi perlu pula adanya pengulangan terhadap perbuatan tersebut,hal ini berguna untuk memperkuat ingatannya. Mengulang suatu perbuatan untuk memperkuat perbuatan tertentu, disebut sebagai ulangan penguatan.

5.Perspektif Humanistik
Penganut teori ini pada dasarnya berpandangan bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai dorongan yang sangat kuat untuk merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya, mencapai aktualisasi diri (self actualization). Mereka juga berpandangan holistik terhadap perkembangan manusia, yaitu manusia itu harus dilihat sebagai lebih dari sekadar sekumpulan dorongan-dorongan, instink-instink, atau pengalaman masa lalu. Bagi mereka setiap orang adalah manusia seutuhnya, unik dan patut dihargai. Pandangan ini dikenal pula sebagai eksistensialisme dan psikologi fenomenologi yaitu pandangan yang mencoba untuk memahami perilaku dari sudut pandang perilaku itu sendiri dan bukan dari sudut pengamat.
Dalam teori ini dikemukakan tentang hubungan antara konsep diri dengan perilaku seseorang selalu sejalan dengan konsep dirinya.
Dua pakar dalam pendekatan ini adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers.
a. Abraham Maslow
Berbeda dengan psikolog yang biasanya berkutat dengan masalah-masalah psikologis yang diderita oleh para klien, perhatian Maslow malah lebih ditujukan kepada orang-orang yang sehat secara mental. Maslow (1968, dalam  Berger 1983 : 42) menyatakan bahwa “sifat manusia tidaklah seburuk seperti apa yang dipikirkan selama ini, dan sebaiknya kita bertolak dari sudut pandangan bahwa sebagian besar manusia adalah sehat”.
Maslow beranggapan bahwa manusia bukanlah hanya sekedar salah satu jenis binatang, melainkan adalah makhluk yang lebih tinggi derajatnya.
Manusia dapat menerima dirinya seperti apa adanya dan menikmati hidup, termasuk pada waktu mengalami saat-saat yang membahagiakan yang disebut Maslow sebagai pengalaman puncak yaitu apabila seseorang merasa hidup dalam harmoni dengan Tuhan, alam, dan atau manusia lainnya.
Menurut Maslow, setiap orang dalam dirinya mempunyai sifat dasar sendiri dan memiliki motivasi yang sangat kuat untuk mengekspresikan sifat tersebut. Akan tetapi setiap orang pada mulanya harus dapat meyakinkan dirinya bahwa ia mampu memenuhi tuntutan pokok kelangsungan hidupnya, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar yang dituntut oleh semua makhluk hidup yang dimulai dari kebutuhan dasar yang umum sifatnya seperti makanan dan air, lalu terus meningkat sampai dengan kebutuhan yang khas manusiawi. Walaupun Maslow tidak mengatakan bahwa hirarkinya itu satu perkembangan, namun urutan susunannya tampak sebagai suatu perkembangan.

b.Carl Rogers
Rogers setuju dengan Maslow yang menyatakan bahwa semua orang, bahkan juga kanak-kanak, selalu berusaha untuk mengaktualisasikan potensi mereka atau dengan perkataan Rogers mencoba menjadi manusia yang berfungsi penuh ( a fully functioning human being) (Rogers, 1981 dalam Berger 1983 ; 44). Rogers percaya bahwa setiap manusia mempunyai suatu ideal self  atau jati diri yang ideal, yaitu keinginan diri untuk menjadi seseorang yang sesuai dengan harapan idealnya sendiri. Orang yang sehat selalu berusaha sekuat tenaga untuk menjadi sedekat mungkin dengan jati diri yang ideal tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan dua cara. Pertama, dengan cara meningkatkan mutu jati diri yang nyata ada (real self) dan kedua, dengan cara memodifikasi jati diri yang ideal itu agar dapat mencakup berbagai variasi emosi dan perilaku sehingga dapat menjadi seseorang yang lebih jujur dan realistic.
Rogers juga percaya bahwa dalam proses menjadi seseorang yang berfungsi penuh, diperlukan panduan dari dan oleh orang-orang yang penting dalam hidup kita, yaitu orang-orang yang dapat digolongkan sebagai “significant others” (orang-orang yang berarti) seperti orang tua atau teman-teman karib kita yaitu orang-orang yang merawat kita dan mencintai, menerima dan menghargai kita apapun yang kita perbuat (orang-orang yang bersikap positif tanpa syarat).
Teori humanistic yang penuh dengan segala kemungkinan ini, juga menarik bagi para ahli psikologi perkembangan karena mereka berpandangan bahwa perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial dapat terjadi dalam setiap tahap dari kehidupan, mulai dari kelahiran sampai akhir kehidupan. Segi lain yang menarik, dari teori humanistic adalah sudut pandangnya yang luas, yang memungkinkan para peneliti untuk memandang perkembangan sebagai suatu keseluruhan, suatu perbaikan terhadap pandangan para penganut teori perilaku (behaviorist) yang agak sempit itu. Hal lain yang menarik dari teori humanistic ini adalah tekanannya pada potensi manusia sebagai dasar dari perkembangan manusia, dan hasil ilmiahnya dapat diterjemahkan ke dalam program-program praktis untuk merangsang dan meningkatkan perkembangan secara optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar